Perihal Menerima
Terkadang, kita adalah orang yang sama dalam dua waktu yang berbeda. Misalnya, seperti ketika kita menulis sesuatu yang bisa memotivasi diri untuk berkembang, untuk maju, dan pantang menyerah. Saat menulis itu, kita begitu termotivasi oleh tulisan yang kita buat sendiri. Tetapi ternyata, ketika sedang down dan hampir menyerah, rasanya tulisan yang pernah kita buat tersebut seperti omong kosong.
Seperti kata orang lain, “Bicara sih gampang. Realisasinya?”. Dibutuhkan satu momen untuk menerima, untuk mundur selangkah. Untuk bisa berdiri lagi, bangkit lagi, dan membuktikan apa yang sudah pernah kita tulis. Tidak untuk orang lain, tapi untuk diri sendiri.
Ketika sudah menerima, semuanya menjadi terasa gampang. Beban berat pun menjadi tidak terasa. Apalagi ketika mendapat suntikan semangat dari lingkungan di sekitar kita.
Saya pernah jatuh. Saya pernah ditarik mundur ke belakang, ketika begitu optimis ingin mengejar cita-cita yang ada di depan mata. Tetapi memang, saya hanya bisa berencana. Allah adalah perencana terbaik.
Saat itu di akhir tahun 2019, saya sudah lulus tes untuk satu pekerjaan, lalu mendapat kesempatan wawancara. Tetapi kemudian, saya harus terbaring di rumah sakit, tidak tahu sakit apa.
Saya hanya bisa pasrah. Keinginan saya hanya satu untuk tidak menyusahkan keluarga. Saya bersyukur dan sangat bahagia memiliki mereka. Mereka adalah supporting system terbaik yang tidak pernah sekalipun membuat saya bersedih dan ingin menyerah begitu saja. Ketika hasil diagnosis sudah keluar pun, mereka tidak pernah sekalipun membicarakannya di depan saya.
Soal wawancara kerja yang tadi, saya ngotot bagaimana caranya supaya bisa keluar dari rumah sakit sebelum tanggal 25 Desember 2019. Wawancaranya dijadwalkan tanggal 26, dan otomatis saya harus keluar rumah sakit sebelum tanggal 26 hehe.
But, indeed, Allah knows best…
Mungkin pekerjaan itu bukan yang terbaik. Dan mungkin waktu di rumah sakit bersama keluarga adalah yang terbaik untuk saya. Saya belajar banyak hal. Saya diingatkan kembali untuk bersyukur, sehat itu benar-benar mahal. Tidak bisa dibeli dengan uang, berlian, dan apapun yang bersifat material. Lalu orang-orang yang kita sayang; keluarga, sahabat, guru-guru kita… We shouldn’t take them for granted.
Fokus utama saya menjadi satu, bukan wawancara yang tadi hehe, tapi bagaimana caranya bisa sembuh. Tidak apa-apa meskipun saya harus mulai dari awal. Meskipun sempat ada perasaan iri ketika melihat teman-teman yang lain sudah bekerja, dan saya masih harus berjuang dengan meminum obat-obatan.
Alhamdulillah, Allah masih memberi saya waktu untuk melakukan hal-hal yang saya inginkan. Semoga saya bisa bermanfaat bagi siapapun (Ini salah satu keinginan terbesar saya hehe). Meskipun rasanya masih abstrak, bermanfaat seperti apa, bagaimana caranya. Saya juga tidak tahu.
Semoga tulisan ini bermanfaat :)
Terima kasih sudah membaca.