Lessons from My Father

Rini An-Nisa Nur Fadzrin
2 min readJan 3, 2022

--

source image: google.com

Seorang ayah bukan hanya seorang kepala keluarga. Dia bukan hanya nahkoda untuk kapal yang dia pimpin, tapi juga nahkoda bagi seluruh keluarga termasuk anak-anaknya. Dia mungkin tidak banyak bicara seperti ibu. Dia tidak pernah mengeluh dengan apapun. Dia selalu terlihat kuat di matamu, di mata anak-anaknya. Dan dari diamnya kita tahu, ada banyak pelajaran hidup yang ingin dia sampaikan.

So, here it is. Dedicated to the one who taught me many things in life. Dedicated to the one whom I learned so much from.

  1. Kindness, and humility

Tidak peduli seberapa banyak pengetahuan yang kita miliki, dan tidak peduli seberapa banyak buku yang kita baca, ayah melalui diamnya memberiku contoh secara tidak langsung untuk selalu baik dan rendah hati.

Semakin banyak hal yang kita pelajari, justru membuat kita seharusnya semakin sadar ada banyak hal yang kita tidak tahu. So, always be good, be humble. Di atas langit masih ada langit lagi, dan langit pun bahkan tidak perlu menjelaskan kalau dirinya tinggi.

2. Be a good listener

Dari diamnya aku tahu, sebetulnya ada banyak hal yang ingin dia katakan. Mungkin terlalu banyak, sampai dia harus simpan sendirian. Tapi, pernahkah kita sadar? Setiap kali giliran kita yang berbicara, dia selalu mendengarkan.

Temanmu bisa menyela ceritamu. Orang lain bisa menghakimimu. Tapi tidak dengan ayahmu. He is the best listener in the world.

3. Listen to understand, not to reply

Ketika berbicara dengan orang lain, kebanyakan dari kita mendengarkan ucapan mereka bukan untuk memahami, tapi membalas. Kita sibuk memikirkan harus menjawab apa, bukan memahami apa yang ingin mereka sampaikan.

4. Pay it forward. Hidup untuk memberi

Ketika diberi dan apa yang aku dapatkan melebihi apa yang dibutuhkan, ayah mengatakan untuk membaginya kepada orang lain. Pay it forward. Karena sebagian dari rezeki kita, ada hak orang lain di sana.

5. Stick to two things you are good at

Di dunia yang mengistimewakan spesialis, apakah kita juga harus menjadi spesialis atau ekspert di satu bidang dan takut memulai hal baru?

My father taught me to focus on two things I am good at. And when I succeed in one, I should try another one. I think it’s okay to be generalist, because we can be more open to the more exciting things. Moreover, we can still focus mastering our skills.

6. Live for others. Be there for people in need

My father once said, “Terkadang hidup kita untuk orang lain.” When I heard that I wonder what was that meant. But now I know, sometimes our life is not only for ourselves, but also for others.

Hidup untuk orang lain membuatku belajar untuk tidak egois. Bumi memang bukan hanya berputar di kepala kita aja. So, why not we dedicate ourselves for others? eg. Helping others, and being there for people in need. Kelihatannya kecil, tapi itu berarti buat mereka.

Thanks, dad.

Love,

your daughter.

--

--

Rini An-Nisa Nur Fadzrin
Rini An-Nisa Nur Fadzrin

Written by Rini An-Nisa Nur Fadzrin

a passionate writer | ig: @annisanurfadzrin

No responses yet