Freya
Sebuah cerpen tentang eating disorder
Hai, aku Freya dan ini adalah jurnal kesehatanku. Serius banget ya? Oke, ralat. Ini bisa dibilang buku harian yang isinya tentang pengalamanku coping with eating disorder.
Pengalamanku menghadapi eating disorder dimulai semenjak kelas 3 SMP ketika penampilan fisik ku mulai berubah. Ya mungkin sama seperti anak remaja pada umumnya. Tapi ketika itu, di usia yang labil dan masih belia, orang-orang di sekitarku suka membully bentuk badanku.
“Frey, kamu gendutan ya sekarang. Bahagia ya? Hahahaha”
“Wah, Freya udah gadis ya sekarang, jadi montok gitu.” atau
“Gendut banget, Frey. Ngga enak diliat” dan masih banyak lagi.
Padahal Ayah dan Ibuku tidak pernah sekalipun mengomentari fisik orang lain. Mau mereka kurus, gendut, langsing, atau apapun itu. Jadi, ketika mendengar perkataan itu dari orang-orang, shock, aneh, dan kok bisa ya nyakitin banget. Padahal aku sendiri ngga pernah bilang apa-apa soal fisik mereka.
Dari sana, aku mulai benci dengan makanan. Aku selalu punya alasan untuk tidak makan dengan kedua orang tuaku. Setiap kali perutku lapar, aku ganti dengan minum air putih. Aku tidak makan nasi, dan ketika memakan satu kue saja aku merasa bersalah dan langsung minum obat pencahar.
Hal itu terus aku lakukan setiap hari. Aku pamit berangkat sekolah tanpa sarapan dengan alasan mau sarapan di sekolah. Dan pulang larut malam karena kerja kelompok dan belajar bersama di rumah teman. (Ya, aku berbohong kepada orang tuaku, tapi bagaimana lagi)
Tidak perlu waktu yang lama ternyata, dalam dua tiga minggu, semua bajuku menjadi longgar. Tapi pernah suatu hari, Ibu masuk ke kamarku ketika aku sedang belajar. Ia merangkulkan tangannya di pundakku sambil mengatakan, “Ibu kangen anak Ibu…” Aku menatap mata Ibuku dan memeluknya erat. Aku tidak pernah menceritakan apapun kepadanya.
Tiga bulan berlalu, berat badanku semakin menurun drastis. Teman-temanku mengatakan aku jadi kurus, kurang gizi dan seperti tidak diberi makan. Tapi aku tidak peduli. Aku lebih bahagia sekarang. Aku berhasil membuktikan kalau aku bisa. Aku bukan lagi Freya yang dulu mereka bilang gendut.
Sampai aku dilarikan ke rumah sakit setelah pingsan di pelajaran olahraga. Orang tuaku mendengar kalau aku mengalami anorexia nervosa, kondisi dimana penderitanya merasa berat badannya berlebihan meski badannya jauh di bawah berat badan ideal.
Aku tidak memuntahkan makanan, tapi setiap kali makan, aku selalu merasa bersalah. Aku selalu punya obat pencahar dan membawanya kemana pun. Dan perlahan semua itu menghancurkanku dari dalam.
Rasanya lebih sakit ketika mendengar orang tuaku mengatakan kalau mereka sudah gagal menjadi orang tua. Aku melihat Ibuku menangis di samping Ayah. Aku mendengar ia meminta maaf berkali-kali karena sudah lengah. Padahal semua ini bukan salahnya. Tapi salahku sendiri. Tapi untuk berbicara dengannya pun aku tidak berani. Aku memilih mengurung diri di kamar.
Sampai satu ketukan pelan Ibu membangunkanku.
“Frey, people can be mean sometimes. Kita ngga bisa paksa mereka berhenti mengatakan apapun yang ngga mau kita dengar, tapi kita selalu punya cara untuk meresponnya. You are loved, don’t let others tell you otherwise.”
Mulai saat itu aku berjanji untuk berubah. Aku belajar mencintai diriku sendiri. Aku mulai makan dengan normal. Aku mulai berbicara lagi dengan orang tuaku. Dan aku percaya suatu saat nanti aku akan hidup di lingkungan yang tidak memandang penampilan fisik, tetapi kemampuan diri.